Monday, February 6, 2012

tulisan mas theo maulana

Untuk beliau-beliau yang telah tiada, yang pernah ada, yang mengantarku ada, selamat bahagia di surga. - theomaulana

*

saya mau kasih tau tulisan yang kereeen bangeeet, yang kalo abis baca sampe akhir bikin diem sejenak dan merenung. seriusan bikin terharu. cerita ini dari kakak kelas saya angkatan 17 yang sekarang udah kerja di telkom surabaya, namanya mas theo maulana. dia udah kayak kakak bagi saya, kita sering banget curhat curhatan galau hahaha.

kita sebenernya kenal udah agak lamaaaa banget, tapi baru ketemu sekitar seminggu yang lalu, pas angkatan 17 lagi ada sosialisasi kampus. kebetulan pas itu ada mas theo di depan aula, dan pas saya kebetulan lewat, jadinya kita ketemu deh. padahal sebelumnya sering curhat sampe dalem, tapi ya baru itu pertama ketemu.

balik ke topik ya, seminggu yang lalu juga mas theo ngabarin kalo dia bikin tulisan dan dibukukan! waw seuatu banget kan? kapan coba ya saya? hehehe. di tulisan ini mas theo cerita tentang ibunya, yang udah di panggil sama yang di atas terlebih dahulu. ya, nasib yang hampir mirip itu yang bikin kita sering ngobrol. bedanya saya nggak punya papa, mas theo nggak punya mama. jadi kita sering banget ngobrolin masalah takdir, masalah hidup.

mas theo itu juga pendengar dan pemberi solusi yang oke banget, tulisannya juga mesti ngena kalopas lagi ngasih komentar atau saran, jleb gitulah hehehe. okee, selamat ya mas karena tulisannya udah berhasil di terbitin, sekarang mari kita baca :D

*

Untuk Ibuku tersayang, di surga.


20 mei 1994. Hari pertama aku datang di dunia ini. Aku lupa tepatnya pada hari apa, jam berapa, dan di ruang manakah pertama kali aku datang. Kau tak pernah memberi tahu padaku tentang hal itu, dan aku juga tak pernah bertanya padamu. Orang bilang hari kelahiranku bertepatan dengan perayaan hari kebangkitan nasional Republik ini, namun hal itu tidak terlalu spesial untukku. Yang sangat spesial untukku ialah hari kelahiranku yang sama persis dengan hari kelahiran ibu pada 41 tahun silam. Memang pada saat pertama kali aku datang di dunia ini aku belum bisa menatap wajahmu, menatap senyum manis bahagiamu dan menatap keringatmu yang bercucuran setelah bersusah payah membantu perjalananku menuju ke dunia ini. Tapi aku bisa merasakan betapa lembut belaian tangan, hangat pelukan, dan indah cahaya kasih ibu.


Bu,

Sembilan bulan engkau mengandungku, memberiku usapan gizi, memberiku nafas kehidupan di dalam rahimmu. Kau jaga aku, melindungiku dari dingin malam, dan terik siang. Kau jaga pola makanmu agar apa yang aku makan di dalam rahimmu tidaklah salah. Duniaku di kala itu di dalam lapisan kulitmu, namun aku bisa merasakan belaian lembut tanganmu, karena aku hidup dalam satu nuansa kasihmu.


Terima kasih telah mengandungku, menempatkanku dalam rimba kasih sayangmu, dimana aku belajar mengapung bersama hidupmu, untuk berserah dan menerima apa pun yang kau persembahkan untukku, yang terbaik. Manis, pahit, senang, sedih, kau mengajariku untuk berenang bersama itu semua. Sebagaimana aku tengah berenang dalam tubuhmu dan merasakan apa yang kau rasa, mengecap apa yang kau makan, menghirup udara yang kau hirup. Ku terima semua yang ibu persembahkan untukku.


Kini ku mulai mengerti apa arti hidup. Aku sadar, selama ini banyak perjalanan indah nan berkesan yang pernah aku lalui. Di antara banyaknya perjalanan itu, ada satu perjalanan yang tak akan pernah ku lupakan, selamanya. Dimana perjalanan itu di mulai dari dalam rahimmu menuju ke pelukanmu. Perjalanan yang terindah di antara yang paling indah, bermandikan cinta kasih ibu. Hidupmu adalah hidupku. Pahit, manis yang kau rasakan akan terasa juga bagiku.


Entah bagaimana aku harus mencintaimu. Kau lebih seperti guru sekaligus sahabat. Aku tak tau harus bagaimana caranya untuk membalas cinta kasihmu selama ini, karena aku fikir apapun yang aku berikan untukmu tak akan sepadan dengan apa yang telah kau berikan kepadaku selama ini.


“Aku masih belum bisa merangkak apalagi berjalan, tetapi aku sudah bisa terbang karena aku digendong” – Aku rindu saat-saat seperti itu, dimana aku hanya bisa tertawa, menangis, merasa dan bahagia bersama tarian senandung ibu.


Bu,

Aku, bapak, mas, dan adek sangat rindu kepada ibu. hadirlah engkau di setiap mimpi kami. Semoga Ibu di surga baik baik selalu, salam sayang dan rindu yang sangat dalam untukmu.

Dari putramu, Theo.

*

ini dia mas theo :D

ini fotonya mas theo, yang kiri itu gaya malu malu hahaha ups, yang satunya pas lagi main bola :D (inisemuakomentarsoktau)

okeeey itu saja, makasih ya mas izin buat share tulisannya. ayoo mas nulis lagi hihihi

ghea safferina adany

3 comments

  1. haha, tulisanku direpost di blog yg selalu aku tunggu2 updatenya :D
    matur suuuwuuuun ghe :)

    ReplyDelete
  2. tulisannya bikin nangis mbak . . :( serius nyentuh

    ReplyDelete